Perbandingan teori Perencanaan John Friedman dan Barclay Hudson

Perbandingan teori Perencanaan John Friedman dan Barclay Hudson

By : Dhany R


John Friedman dan Barclay Hudson adalah dua pakar dalam soal teori-teori perencanaan sosial. Keduanya memproduksi teori-teori hebat yang hingga saat ini masih dipergunakan oleh para penentu kebijakan di banyak negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Tulisan saya kali ini mencoba merangkum beberapa pendapat dan teori dari kedua ahli tersebut.

Teori Perencanaan oleh John Friedman
Dalam bukunya Planing in the Public Domain, John Friedman mengungkapkan bahwa tujuan utama dari treori perencanaan adalah bagaimana mengaitkan pengetahuan teknis (technical knowledge) untuk diterjemahkan dalam public actions. Friedman merangkum teori-teroti perencanaan dan mengelompokannya menjad empat kategori diantaranya ;
a.       Reformasi Sosial
Teori ini memandang bahwa negara adalah sarana untuk aksi sosial. Perencanaan dipandang sebagai upaya ilmiah untuk menciptakan usaha-usaha pemerintahan yang lebih efektif. Di Indonesia pada awal-awal kemerdekaan, pasca liberalisme klasik dianggap gagal, maka lahirlah gagasan neo-liberalisme dengan gagasan negara kesejahteraan (welfare state) dimana negara mempunyai peran yang strategis dalam mengatur dan mengendalikan pertumbuhan ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan (welfare). Untuk melaksanakan pembangunan dan percepatan pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta (industri) untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam. Dengan demikian  tujuan dari rencana pembangunan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi (GNP).

b.      Analisis Kebijakan
Teori ini sangat berorientasi teknis dan rasional dimana perencanaan adalah proses yang mencakup pengambilan keputusan melalui beberapa tahapan yang dimulai dari identifikasi tujuan dan diakhiri dengan analisis program yang mengevaluasi kinerja dari keputusan. Teori ini adalah model rasional yang disusun perencana teknis yang memandang dirinya sebagai social engginer yang melayani penguasa dan lebih beriorientasi pada pertumbuhan ekonomi.
Perencanaan dengan teori ini umumnya digunakan oleh pemerintahan dengan model top-down. Sebagai contoh adalah perumusan Rencana Tata Ruang yang dalam perumusannya, hanya dilakukan oleh para konsultan dan Tim ahli yang dianggap mumpuni dan mampu melakukan prediksi secara matematis terhadap situasi  ekonomi, serta dampak sosial dan lingkungannya. Prinsip yang digunakan pun adalah prinsip utilitarianisme, dimana kebijakan yang diambil berdasakan pertimbangan kemanfaatan bagi masyarakat secara luas. Sementara hak hak kelompok minoritas  akan cenderung terabaikan. Pendekatan ini sangat mengutamakan penilaian secara teknis dan kauntitatif.

c.       Pembelajaran sosial
Teori ini mencoba mengeliminasi kontradiksi antara apa yang kita ketahui dan apa yang harus kita lakukan. Perencanaan melalui eksperimen sosial, mencoba untuk merubah perilaku sosial. Hal ini dicapai dengan menterjemahkan pengetahuan kedalam dunia praktis, dan teori diperkaya dari pelajaran-pelajaran yang didapat di lapangan. Para perencana dan klien akan terlibat dalam interaksi yang non formal.
Teori ini mempunyai fokus yang eksplisit karena mempertimbangkan umpan balik yang terjadi ketika suatu perencanaan didiskusikan dengan masyarakat, sehingga ada proses transfer pengetahuan. Dalam proses pembelajaran sosial, tidak menekankan pada pencapaian tujuan, namun pada pelaksanaan prosesnya yang partisipatif. Sehingga mungkin saja tujuan tujuan yang baru lahir dari proses interaksi sosial tersebut.

d.      Mobilisasi sosial
Teori ini mengupayakan sebuah gerakan/tindakan yang tumbuh dari bawah (masyarakat). Perencanaan dipandang sebagai aktifitas politik yang mencoba untuk merubah kondisi status quo. Teori ini menekankan pada politik konfrontasi. Peran perencana dapat berupa organisator masyarakat, advokat, dan penerjemah data. Teori ini banyak diaplikasikan oleh LSM untuk memberi kesadaran dan kekuatan pada masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya yang cenderung diabaikan pada berbagai kasus pembangunan terutama bagi pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.

Teori Perencanaan oleh Bardclay Hudson
Bardclay Hudson membagi teori perencanaan ke dalam lima kategori, diantaranya : Sinoptik, Inkremental, transaktif, advokasi, radikal.
a.       Perencanaan sinoptik
            Perencanaan sinoptik merupakan tradisi yang dominan dimana melihat perencanaan sebagai suatu yang ilmiah rasional dan non politis. Rasional ilmiah menunjuk pada metode yang dipergunakan yang mendasarkan pada pemilihan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan dengan memilih jawaban yang benar hasil kajian dari dampak yang akan ditimbulkan serta pilihan pada alternatif solusi. Sedangkan non-politik menunjukan bahwa perencanaan tersebut hanyalah persoalan teknis bukan merupakan kegiatan politik.
            Model perencanaan ini umumnya dieksplor oleh para ahli matematika dan sistem. Sehingga dalam proses perencanaan rasionalitasnya akan tergantung pada analisis teknis dan asumsi bahwa penggunaan teknologi dapat membantu manusia melakukan kontrol terhadap lingkungan, misalnya dengan menggunakan model matematis seperti rasio untung dan rugi (cost benefit ratio) tentunya dengan penekanan pada data-data kuantitatif.
               Secara luas, model perencanaan sinoptik mampu menguraikan masalah yang kompleks menjadi suatu model sederhana sehingga mudah dimengerti. Namun, model ini terkesan sangat matematis sehingga ketika diterapkan dalam mengorganisir birokrasi, maka akan menciptakan kondisi mekanis, sentralistik,  tidak manusiawi, sangat prosedural, dan sangat kaku. Para perencana adalah birokrat teknis yang kemudian memberikan masukan informasi kepada para politisi sebagai pengambil keputusan. Konsekuensi dari proses ini adalah terabaikannya kepentingan dan aspirasi publik dalam proses perencanaan. Proses ini hanya berproses pada tercapainya tujuan akhir. Segala dinamika yang akan terjadi pada saat implementasi telah diperhitungkan sejak awal. Namun kondisi sosial masyarakat sangat dinamis. Sehingga kemungkinan terjadi sesuatu yang tidak diperhitungkan dalam analisis sistemnya yang kemungkinan akan menghambat implementasi kebijakan.
               Para perencana percaya bahwa dengan menyajikan informasi serta melakukan analisis secara rasional dan komprehensif serta terukur akan dicapai keputusan yang lebih baik. namun model ini cenderung gagal dalam mengkonsepsi iklim sosial, ekonomi dan politis karena model ini mengabaikan dimensi sosial seperti nilai, moral, aspirasi, dan kepentingan publik. Model ini pun akhirnya mendapat banyak kritikan karena terlalu menyederhanakan permasalahan. Dalam perencanaan yang baik, seharusnya  tidak hanya berpusat pada tujuan rasional melainkan juga mempertimbangkan berbagai pandangan/aspirasi yang berbeda.
               Dalam pandangan rasional. Ada dikotomi antar subjek dan objek perencanaan, dimana pemerintah adalah subjek dan masyarakat secara menyeluruh, hanya dinilai sebagai objek. Padahal masyarakat adalah sekumpulan individu yang juga seharusnya dilibatkan sebagai subjek dalam proses perencanaan pembangunan. sementara objeknya adalah perencanaan itu sendiri sehingga ada dinamisasi dalam prosesnya dan tidak terbatas semata mata pada pencapaian tujuan.
b.      Perencanaan inkremental 
               Perencanaan inkremental muncul sebagai respon atas perencanaan sinoptik. Karl propper mengatakan bahwa mudah untuk melakukan sentralisasi kekuasaan tapi tidak mungkin untuk melakukan sentralisasi pengetahuan yang terbagi oleh banyak individu. Perencanaan inkremental berbeda dengan perencanaan sinoptik. Jika dalam perencanaan sinoptik, pengambilan keputusan dilakukan secara menyeluruh dan mengembangkan semua alternatif, maka dalam perencanaan inkremental, hanya mengembangkan beberapa strategi yang paling memungkinkan. Perencanaan inkremental sangat mempertimbangkan dinamika dalam proses pelaksanaan kebijakan. Dimana kebijakan tidak hanya dibuat sekali melainkan perlu untuk selalu di update.
               Pendekatan ini bertolak dari dua asumsi. Pertama, tidak mengklarifikasi tujuan dan nilai dalam mengkaji kebijakan, karena dalam pelaksanaannya seringkali terjadi benturan antara nilai dan tujuan. Hal ini sangat mungkin karena banyaknya kepentingan sehingga persetujuan (agreement) tidak hanya disepakati pada tataran yang luas (pemerintah) melainkan persetujuan tersebut harus juga didistribusikan dan melibatkan kelompok-kelompok yang lebih kecil (masyarakat). Kedua, para pengambil keputusan selalu mempertimbangkan nilai yang inkremental (marginal), bukan nilai yang menyeluruh.
               Menurut Friedman. Alternatif yang baik dalam perencanaan adalah membagi keputusan yang luas dan besar ke dalam beberapa bagian dan mendistribusikannya ke beberapa pelaku yang akan membuat keputusan secara bebas dengan mendesentralisasikan kajian keputusan pada beberapa pelaku, memberi otonomi bagi para pelaku, dan meningkatkan jaringan komunikasi antar pelaku.
               Model inkremental ini kemudian mendapat kritik karena Model ini dianggap hanya memberikan penyesuaian-penyesuaian yang marjinal dari kebijakan yang sekarang ini berlaku. Seluruh proses dari pengambilan keputusan masih didominasi oleh kepentingan pihak yang berkuasa sehingga sifatnya masih pragmatis dan berorientasi ekonomis. Seharusnya, konflik-konflik yang kemudian muncul dapat diakomodasi melalui proses konsensus, namun dalam kenyataannya menurut para pengkritik, situasi itu masih sulit tercapai. Model ini juga dianggap belum menyajikan suatu kerangka dalam penyelesaian masalah masalah besar dengan langkah langkah besar. Di negara-negara berkembang model ini masih cenderung sulit untuk diterapkan.
               Contoh dari penerapan metode ini di Indonesia adalah dengan diberlakukannya otonomi daerah, sebagai salah satu upaya mendesentralisasikan kekuasaan pemerintah pusat ke pemerintah-pemerintah daerah untuk memajukan dan memeratakan pembangunan di Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya, masih sangat sulit karena justru menimbulkan ego antar daerah sehingga masing-masing daerah memicu pertumbuhan ekonomi dan mengejar pendapatan daerah. Sebagai contoh, masyarakat adat/tradisional adalah kaum marjinal dalam pembangunan yang sering kali terabaikan hak-haknya. Tanah-tanah di hutan adat, terutama tanah-tanah yang produktif dan mengandung kekayaan alam banyak dialihfungsikan misalnya untuk kawasan perkebunan sawit ataupun kawasan pertambangan. Masyarakat tradisional tidak mempunyai kekuatan apapun untuk bertahan, kemudian akhirnya mengalah dan hanya mendapat kompensasi ganti rugi dalam jumlah yang tentunya sangat tak sebanding dengan nilai lahan dan ikatan historis/budaya mereka terhadap tanah/hutan adat tersebut.  perencanaan dengan tipe ini sangat berorientasi pada investasi ekonomi, sehingga apapun akan dilakukan termasuk mengorbankan hak-hak masyarakat adat dalam mengelola hutan adatnya karena dianggap tidak produktif untuk ekonomi daerah.
c.    Perencanaan Transaktif dan Pembelajaran sosial
               Perencanaan transaktif dan pembelajaran sosial adalah evolusi dari desentralisasi yang membantu orang-orang untuk memperoleh akses yang lebih dalam pengambilan keputusan. Menurut Friedman yang dikutip oleh Hudson, perencanaan bukanlah sesuatu yang harus terpisah dari bentuk-bentuk tindakan sosial (social action) tetapi merupakan proses yang saling terkait didalam evolusi yang terus menerus. Perencanaan harus dilakukan melalui kontak langsung dengan masyarakat yang terpengaruh melalui dialog personal. Proses ini merupakan proses yang timbal balik dan merupakan bagian penting dari perencanaan.  
               Tujuan dari dialog adalah untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat, nilai dan perilaku, kapasitas untuk tumbuh melalui kerjasama dan semangat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Perencana dan masyarakat terlibat dalam proses dialog yang tidak formal atau non hierarcal. Peran perencana lebih sebagai fasilitator.
               Menurut Friedman (1973), perencanaan transaktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menjembatani communication gap antara pengetahuan teknis dari perencana dengan pengetahuan lokal dari masyarakat. Seiring dengan era reformasi yang menuntut transparansi, akuntabilitas dan demokratis, maka model perencanaan transaktif menjadi media yang diharapkan dapat mengambil jalur tengah untuk mencapai keterpaduan antara perencana dan masyarakat.
d.    Perencanaan Advokasi
               Tujuan utama dari pendekatan advokasi adalah untuk mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dengan mengakomodasi gagasan, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat. Proses advokasi juga berarti bahwa masyarakat akan selalu mendapat informasi yang akurat berkenaan dengan perencanaan yang diajukan dan mampu merespon umpan balik dari masyarakat dalam bahasa teknis. Perencana sebagai advokat akan bertindak sebagai penyaji informasi, analisis situasi sekarang, pendorong ke arah masa depan, dan pemrakarsa akan solusi yang spesifik.
               Namun demikian, pendekatan advokasi hanya memiliki pengaruh kecil pada struktur yang sedang berjalan. Richard Hart, salah seorang penganut strategi ini mengkritik perencanaan advokasi bahwa penduduk miskin tidak memiliki kekuasaaan untuk mengontrol tindakan sehingga dianggap pendekatan ini tidak menawarkan strategi yang potensial yang dapat menimbulkan perubahan.
               Di Indonesia, bentuk-bentuk advokasi banyak dilakukan oleh LSM yang melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam memperjuangkan hak dan kepentingannya misalnya dalam pada masalah pencemaran lingkungan, sengketa ganti rugi tanah, kasus penggusuran, dll. dengan adanya pendamping an LSM, masyarakat menjadi lebih berani memperjuangkan haknya.
e.    Perencanaan Radikal
               Pendekatan radikal adalah pioner dari teori progresif, karena perencanaan dipandang sebagai aktifitas politik yang mencobah untuk merubah status quo. Woodcoock mengatakan, bahwa teori radikal merupakan teori anarki dalam versi yang dimodifikasi dari dunia natural yang diperingati pada abad renaisan dan khususnya pada abad ke delapanbelas. Pada pokoknya teori anarki percaya bahwa jika manusia tunduk pada hukum-hukum alam ia akan mampu hidup damai dengan sesamanya. Dengan kata lain, manusia tidak secara natural baik tetapi secara sosial baik. keteraturan dalam anarki adalah keteraturan alam.
               Manusia seharusnya hidup menuruti hukum alam dan menciptakan kerjasama sebagai basis kehidupan bermasyarakat. Gagasan ini menganjurkan untuk memulai dari skala kecil yang bisa dilakukan dengan perorangan. Setiap orang terlibat akan mengetahui apa yang terjadi dan bagaimana melakukannya. Setiap orang juga bisa berbagi pengalaman dalam pengambilan keputusan yang   mempengaruhi dirinya baik  sebagai pekerja maupun warga masyarakat.
               Seperti halnya pola pembelajaran sosial dan pola advokasi, Pola-pola radikal ini juga kerap diterapkan oleh LSM, terutama dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat bawah korban pencemaran dan kerusakan lingkungan, penggusuran akibat perubahan tata ruang dan alih fungsi lahan, dan berbagai ketidakadilan lainnya. Secara umum, peran perencana pada pendekatan radikal ini adalah sebagai pengorganisasi masyarakat, advokat, penerjemah data, dan perwakilan dalam proses pengambilan keputusan.



Poin-poin perbandingan teori Perencanaan John Friedman dan Barclay Hudson
Perencanaan John Friedman
Perencanaan Barclay Hudson

Reformasi sosial
-          Negara adalah pemegang kontrol
-          Perencanaan adalah upaya ilmiah
Untuk pemerintahan yang efektif dan menciptakan kesejahteraan (welfare)
-          Tujuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi (GNP)


Analisis Kebijakan
-          Berorientasi teknis, rasional dan kuantitatif yang disusun oleh perencana teknis yang ahli
-          Sistem top-down dan Berorientasi pada pertumbuhan ekonomi
-          Umumnya hanya melihat pada aspek manfaat (utility) untuk banyak orang sehingga cenderung mengabaikan minoritas

Pembelajaran sosial
-          Merubah pandangan dan perilaku sosial dengan menerjemahkan pemahaman teknis ke masyarakat
-          Transfer pengetahuan dan umpan balik
-          Proses pembelajaran yang interaktif dan non formal dengan masyarakat
-          Tidak menekankan pada tujuan, namun lebih pada proses pelibatan masyarakat dalam perencanaan
-          Interaksi sosial memungkinkan lahirnya pandangan dan tujuan baru

Mobilisasi sosial
-          Mengupayakan gerakan masyakat untuk merubah status quo
-          Memberi kesadaran dan kekuatan  pada mayarakat untuk berani memperjuangkan hak nya melalui proses konfrontasi





Perencanaan sinoptik
-          Perencanaan adalah aktifitas ilmiah yang rasional dan non politik
-          Perencanaan menggunakan analisis teknis, model matematis, dan kuantitatif
-          Menciptakan birokrasi yang sangat mekanis, sentralistik, dan sangat prosedural.

Perencanaan Incremental
-          Respon/kritik atas perencanaan sinoptik yang sangat teknis dan tersentralisasi pada pemerintah
-          Persetujuan tidak hanya disepekati pada tataran pemerintah namun juga didistribusikan ke masyarakat
-          Mempertimbangkan nilai-nilai kelompok marginal
-          Distribusi otonomi untuk pengambilan keputusan kebijakan  pada beberapa pelaku (desentralisasi)
-          Desentralisasi menciptakan penguasa-penguasa baru yang tetap berorientasi pada pertumbuhan ekonomi

Perencanaan Transaktif &Pembelajaran sosial
-          Evolusi dari konsep desentralisasi
-          Perencanaan harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat melalui proses dialog yang non formal
-          Para perencana dan masyarakat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Ada umpan balik.
-          Perencana sebagai fasilitator yang mengupayakan partisipatif, akuntabilitas, dan demokratisasi dalam proses perencanaan

Perencanaan Advokasi
-          Mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan
-          Perencana sebagai advokat yang bertindak sebagai penyaji informasi, analisis, pendorong memperjuangkan hak, dan pemrakarsa solusi yg spesifik.
-          Advokasi dilakukan dengan melakukan pendampingan masyarakat untuk memperjuangkan hak dan kepentingannya

Perencanaan Radikal
-          Perencanaan dipandang sebagai aktifitas politik untuk merubah status quo
-          Peren perencana sebagai pengorganisir masyrakat,advokat, penerjemah data, dan perwakilan dalam pengambilan keputusan
-          Serupa dengan pola perencanaan pembelajaran sosial dan pola advokasi, namun perencanaan radikal sifatnya lebih ekstrim dan cenderung konfrontasi
-           


                                            
Daftar Pustaka
Fermana, surya. 2009. Kebijakan publik sebuah tinjauan filosofis.. Ar-ruzz Media. Jogjakarta.
Hadi. P Sudharto,2005. Dimensi Lingkungan perencanaan pembangunan. Gadjah mada university press. Jogjakarta

Komentar

  1. Ebobet merupakan situs slot online via deposit pulsa aman dan terpercaya, Dengan menggunakan Satu User ID bisa bermain semua game dari Bola, Live Casino, Slot online, tembak ikan, poker, domino dan masih banyak yang lain.

    Sangat banyak bonus yang tersedia di ebobet di antaranya :
    Bonus yang tersedia saat ini
    Bonus new member Sportbook 100%
    Bonus new member Slot 100%
    Bonus new member Slot 50%
    Bonus new member ALL Game 20%
    Bonus Setiap hari 10%
    Bonus Setiap kali 3%
    Bonus mingguan Cashback 5%-10%
    Bonus Mingguan Rollingan Live Casino 1%
    Bonus bulanan sampai Ratusan Juta
    Bonus Referral
    Minimal deposit hanya 10ribu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pajak dan Pencemaran Lingkungan

Teknologi Reverse Osmosis untuk pengolahan air bersih di Pesisir dan pulau-pulau Kecil